Jumat, 14 Desember 2012

Resensi buku "Orang Miskin Dilarang Sekolah"


Apakah Sekolah Harus Mahal?
Resensi buku “Orang Miskin Dilarang Sekolah”
Karya Eko Prasetyo


Hubungan antara ekonomi dan pendidikan selalu menarik untuk dikaji. Salah satu teori menyatakan bahwa jika tingkat ekonomi masyarakat tinggi maka tingkat kemampuan mereka untuk memperoleh - lebih tepatnya membeli - pendidikan menjadi tinggi. Lebih dari itu prestasi mereka yang berekonomi tinggi (orang kaya) cenderung lebih baik dibanding mereka yang berekonomi rendah. Meskipun ada beberapa kasus yang menunjukkan bahwa orang-orang yang Hubungan antara ekonomi dan pendidikan selalu menarik untuk dikaji. Ada banyak teori yang memiliki tingkat ekonomi rendah bisa pula berprestasi tinggi dalam pendidikannya, hal itu tidak dengan sendirinya menghapus teori tersebut.

Karena sedemikian menarik dan pentingnya, maka masalah yang berkaitan antara wilayah ekonomi dan pendidikan dari waktu ke waktu terus dikaji dan dipersoalkan orang. Salah satu dari mereka yang berani menyuarakan nada berbeda adalah Eko Prasetyo. Lewat buku berjudul Orang Miskin Dilarang Sekolah! ia menentang praktik-praktik sekolah yang banyak melakukan pungutan kepada siswa (orang tua siswa) sehinga membuat biaya sekolah menjadi mahal, bahkan sangat mahal.

Lewat buku ini Eko membeberkan sekian banyak fakta sebagai bukti bahwa ternyata sekolah itu sangat mahal, sedemikian mahalnya sehingga tidak bisa dijangkau oleh anak-anak orang miskin karena orang tua mereka tak mampu membayarnya. "..... uang sekolah sekarang macam-macam, ada uang pramuka, uang musik, uang daftar ulang, ulang buku, dan uang wisata....... cekikan biaya sekolah ini memang menjadi beban di saat kesulitan ekonomi menghantam banyak rumah tangga. Sekolah yang terus digenjot dalam hal pembiayaan fisik dengan menimpakan biaya pada orang tua jelas bukan mandat utama pendidikan," (hlm. 4).

Di sisi lain Eko menunjukkan bahwa fasilitas sekolah yang mewahlah, yang membuat sekolah harus mahal. Ia mempertanyakan, "Benarkah untuk menghadirkan senyum polos anak-anak, kita harus mengeluarkan biaya besar-besaran. Saya ragu dan sanksi", tulisnya (hlm. 5). Menurut Eko, tingginya biasa sekolah disebabkan oleh banyak faktor, termasuk intervensi pihak luar pada sekolah. "...... kami juga dipungut biaya untuk nonton film perjuangan. Saya ingat, bagaimana digiring masuk gedung bioskop untuk melihat film dari Serangan Fajar hingga Pemberontakan G 30 S PKI". (hlm. 13). Selain itu sekolah mahal diakibatkan pula tingginya kasus korupsi para kepala sekolah (hlm. 16).

Lantas apa solusi yang ditawarkan Eko? Baginya, sekolah itu mestinya murah (hlm. 195). Alasan konstitusional mengapa sekolah harus murah, menurutnya, adalah bunyi amandemen UUD 1945 yang mewajibkan sekolah bisa menampung semua warga. Karenanya, sekolah memang perlu murah agar bisa menyedot semua orang. Realitasnya, di mana-mana sekolah semakin mahal. Maka, baginya harus ada jalan radikal agar sekolah bisa murah (hlm. 220-229).

Jalan pertama adalah menekan dan memaksa pemerintah untuk mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 persen dari total APBN. Kedua melakukan pemotongan gaji untuk pejabat tinggi yang dialokasikan pada dunia pendidikan. Ketiga menarik pajak pendidikan melalui perusahaan-perusahaan besar. Keempat menginvestigasi dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang melakukan korupsi atas anggaran pendidikan. Kelima mendorong sektor usaha yang terkait dengan lembaga pendidikan untuk mengalokasikan anggaran yang bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh institusi pendidikan. Keenam melibatkan media massa terutama untuk memberi liputan yang berani dan tajam mengenai komitmen sejumlah kalangan untuk pendidikan. Ketujuh membuat standar baru tentang kualitas pendidikan yang tidak saja menyentuh kemampuan dan kreativitas siswa melainkan juga ongkos sekolah. Kedelapan mendorong manajemen lembaga pendidikan secara terbuka dengan melibatkan sejumlah siswa dan (mahasiswa) untuk mendesain kebutuhan lembaga pendidikan. Kesembilan mendorong kalangan parlemen untuk terlibat aktif dalam penentuan pejabat pendidikan. Terakhir, kesepuluh, melakukan penarikan dana langsung ke kalangan masyarakat.

Selesai sampai di situkah? Belum. Jika cara-cara itu mentok Eko mengajak pembaca untuk melakukan gerakan yang lebih "sadis" lagi, yaitu melawan sekolah mahal lewat gerakan sosial (hml. 231).
Meskipun demikian - herannya - hingga hari ini berbondong-bondong orang tua menyerbu sekolah berlabel sekolah favorit, sekolah unggul, sekolah plus, dan embel-embel lain yang menunjukkan bahwa sekolah itu menawarkan nilai lebih. Herannya juga, hingga hari-hari ini orang tua siswa tidak berhenti untuk lebih 'ganjen' ketimbang para guru TK dan SD.

Maka masa-masa TK dan SD yang lebih merupakan masa bermain bagi anak didik, diprovokasi oleh orang tua agar menawarkan pembelajaran menyimpang dari perkembangan alamiah anak - selain juga menyimpang dari kurikulum - tapi menimbulkan kebahagiaan semua orang tua. Jadilah sekolah yang semula tempat bermain berubah menjadi 'penjara' bagi siswa. Sekolah menjadi tidak menyenangkan bagi anak-anak karena mereka harus belajar banyak ilmu dan keterampilan yang ternyata lebih banyak merupakan ambisi orang tua mereka.

Fakta seperti anak TK diajari bahasa Inggris, diajari berhitung, diajari membaca, sungguh membanggakan orang tua yang melihat anak seusia itu sudah bisa bahasa Inggris, bisa berhitung - tidak bisa dipungkiri terjadi di banyak kota besar Indonesia. Mereka tak sadar bahwa mereka telah 'memperkosa' kemerdekaan masa bermain anak-anak mereka demi gengsi mereka (gengsi orang tua).

Guru-guru TK-SD, pengawas TK-SD, kepala TK-SD, bukan tidak tahu bahwa hal itu keliru, tetapi mereka tak berdaya, jika tidak memenuhi selera orang tua (sebagai konsumen layanan pendidikan) maka sekolah mereka tak laku. Jika memenuhi keinginan orang tua, berarti memperkosa masa bermain anak. Dilema? Bukan dilema. Anggaplah hal itu hanya sebuah masalah kecil yang solusinya bisa lahir jika ada semacam kesadaran dari kedua belah pihak.
                                                                                                           


Fitrotun Aliyah
Program fasttrack 2011
Pascasarjana Teknik Kimia UGM
                                                                                                            

Selasa, 24 Juli 2012

Annual essay UGM 2010, as Participants


Empat Sikap Lima Sempurna, Modal Dasar Mahasiswa menjadi Seorang Problem Solver di Era Globalisasi
(Fitrotun Aliyah, 2010)
Irama hidup manusia itu adalah masalah (problem) . Seseorang tidak dapat dikatakan hidup, bila tidak pernah menghadapi masalah. Siapa pun orangnya, tidak akan bisa luput dari masalah. Dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, timpa-bertimpa masalah yang harus diselesaikannya. Namun, dengan kiat-kiat khusus, para utusan Allah itu berhasil menyelesaikan (to solve) masalah-masalah yang dihadapi (Musanif, 2008).
Dengan demikian, kita haruslah menyadari bahwa hidup dan kehidupan kita berhiaskan masalah, baik masalah yang datang dari diri kita sendiri mau-pun masalah yang datang dari luar kita. Pada kenyataannya masalah tersebut begitu kompleks dan akan selalu ada selama kita masih hidup dan berinteraksi dengan sesama.
Hidup adalah masalah. Masalah adalah jarak antara keinginan dan kenyataan yang dihadapi saat ini. Masalah adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan (Musanif, 2008). Secara difinisi memang masalah (problem) merupakan kesenjangan antara das sain (kenyataan) dan das sollen (seharusnya). Naluri manusia akan mempertahankan hidup dengan mencoba untuk mengatasi segala masalah (problem) yang dihadapi semampu mungkin . kemampuan ini ditentukan berbagai factor yang ada pada diri manusia dan lingkungannya (Arifin, 2008).
Sebagai insan biasa, kecenderungan untuk keluar dari lingkaran permasalahan tersebut akan selalu ada. Kemam-puan kita mempertemukan keinginan dan kenyataan, itulah yang dinamakan dengan memecahkan masalah . Apalagi sebagai mahasiswa kemampuan untuk memecahkan masalah dirasa sangat penting dalam menghadapi dinamaika yang terjadi di era globalisasi sekarang ini. Karena mahasiswa sebagai agent of change , sebagai pembawa perubahan ke arah yang lebih baik, bagi dirinya maupun bangsa dan Negara.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat didefenisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Musanif, 2008). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making) yang didefenisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia.
Problem solving menurut Feldusen (Tassel-Baska (ed), 1994 ) bahwa Problem solving is a comprehensive and complex set of cognitive operation that probably embracemany aspect of thinkingsubsumed under other rubrics such as creative thinking, critical thinking, decivison making and so on”. Pengertian ini memberikan pengertian bahwa problem solving merupakan penggunaan sebagaian besar pengetahuan dan pemikiran yang kompreshensif dan komplek, yang meliputi pemikiran yang kreatif dan kritis, pengambilan keputusan dan lain-lain.
Secara realitas problem solving tidak cukup hanya pada pemahaman konsep, namun melibatkan proses kegiatan. Proses problem solving dijelaskan oleh The Mayer Report (Harris et al., 1997) bahwa “problem soving is defined broadly to include identifiyingand framing the nature of problem and devising suitable strategies of response”. Pada garis besarnya dinyatakan bahwa proses problem solving meliputi mengidentifikasi dan membatasi sifat problem, serta memutuskan strategi pemecahan yang tepat.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah keterampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam aspek kehidupannya. Akan tetapi, keterampilan ini menjadi lebih penting lagi perannya, bila dikait-kan dengan posisi seorang pemimpin yang melaksanakan tugas-tugas kepemim-pinannya (Musanif, 2008).
Berdasarkan hal tersebut kita tahu bahwa kaitannya dengan mahasiswa dimana kedudukan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di masa sekarang, kemampuan problem solving menjadi suatu keharusan dan mutlak dimiliki oleh setiap individu.
Dalam menangani berbagai problem, manusia telah banyak melakukan proses dengan berbagai cara atau tahapan-tahapan yang bervariasi. Secara individu maupun kelompok mungkin merasa berhasil dengan caranya sendiri, tetapi mungkn saja tidak dapat diterapkan untuk orang lain. Model-model tahapan problem solving telah dikembangkan beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut (Arifin, 2008):
Pertama yaitu model yang diajukan oleh Rubenstein (Tassel-Baska (ed.), 1994), yang meliputi penggambaran situasi problem pada keadaan awal, formulasi visi, dan proses atau tindakan untuk memperoleh goal yang telah direncanakan. Kedua, model yang diajukan oleh Bayer (Tassel-Baska (ed.), 1994). Model ini merupakan pengemabngan dari model yang sudah dilakukan sejak lama. Tahapan dari model ini meliputi tahap pengenalan problem, penggambaran problem, tahap pemikiran atau pemilihan salah satu rencana solusi, pelaksanaan rencana, dan tahap evaluasi solusi. Ketiga yaitu model  yang dikembangkan oleh Bransford dan Stein (Tassel-Baska (ed.), 1994). Model ini bersifat umum dab telah digunakan dalam skala lebih luas. Tahapan model ini menggunakan akronim IDEAL yaitu meliputi :
a) I = Identify a p[roblem or potential problem (mengidentifikasi problem atau problem yang potensial)
b) D = Define, delinate, or clarify the problem (menggambarkan, melukiskan, atau menjelaskan problem)
c) E = Explor option or approaches to solving the problem (s)(Mengekplorasi pilihan-pilihan atau pendekatan-pendekatan untuk memecahkan problem-problem)
d) A = Act or carry out the planned solution activities (melakukan kegiatan atau menyelesaikan kegiatan-kegiatan solusi yang telah direncanakan)
e) L = Look at the effect and evaluate the solution (mengamati efek-efek dan mengevaluasi solusi)
Model ini mendorong untuk berfikir divergent atau kreatif menyangkut langkah-langkah dan pekerjaan secara baik.
Model-model tahapan problem solving diatas dalam pelaksanaannya memerlukan kemampuan-kemampuan khusus dari problem solver (s), sehingga dapat berhasil dengan baik (Arifin, 2008). Find report (Harris et al, 1997) telah mengidentifikasi kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk problem solving, yaitu meliputi: Analysis, Critical thinking, Creative thinking, Skill transfer to new concepts, Decision making. Kelima kemampuan tersebut masing-masing ada kaitannya dengan lima modal dasar sifat-sifat yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai seorang problem solver yaitu positive attitude, sikap kritis, kreatif, inovatif dan tegas dalalm membuat keputusan. 
Berikut ini akan dijelaskan pengertian kelima modal dasar sifat-sifat tersebut dan pengaruhnya terhadap kemampuan problem solving bagi mahasiswa.
1.      Positif Attitude
Dalam tulisan Darmawangsa dan Munadhi (2008: 8) yang dikutip oleh Doddy Faisal Humaini, SE., M.Si. seorang Pendiri, Direktur, dan Pelatih CARTENZ HRD (Humaini, 2009) mengungkapkan bahwa sikap merupakan pilihan. Sikap positif dapat dibentuk bergantung pada faktor-faktor pengondisian seseorang dan membutuhkan waktu tidak sebentar. Sikap positif tidak dapat dibangun hanya melalui pikiran yang positif (positive thinking), tetapi juga perasaan atau emosi yang positif (positive feeling), serta perilaku yang positif (positive behavior).
Sebagai mahasiswa, berpikir positif ditandai dengan adanya sikap adil dan objektif (tidak apriori terhadap orang atau kelompok lain), toleransi/apresiasi (menerima dan menghargai keragaman atau perbedaan, termasuk perbedaan pendapat), dan dapat bekerjasama dengan semua orang (tanpa melihat perbedaan latar belakang suku, agama, ras, atau golongan).
Sikap positif dibutuhkan dalam menganalisa suatu masalah. Hal tersebut merupakan langkah awal dari problem solving. Sikap positif menentukan cara-cara yang akan dipakai dan tindakan ke depan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Maka diperlukan suatu pemikiran yang luas, sudut pandang yang tidak hanya melihat masalah dari satu sisi tapi mempertimbangkan dari segala aspek yang ada.
Orang yang bersikap positif cenderung menggunakan pendekatan yang netral baik terhadap orang lain maupun terhadap situasi yang dihadapinya. Mereka cenderung melihat sisi baik orang lain daripada sisi buruknya, dan berusaha melakukan sesuatu sebaik mungkin walau dalam situasi yang buruk (Hemi, 2010). Dengan demikian, mahasiswa yang sungguh bersikap positif tidak sekadar melihat sisi-sisi negatif suatu hal tetapi sekaligus punya kecakapan menangani sisi-sisi negatif itu, mempertimbangkan segala hal yang mungkin terjadi dalam problem solving.
2.      Sikap kritis
Menurut Ennis (Tassel Baska (ed), 1994) bahwa “Critical thinking as follows critical thinking is reflective and reasonable thinking thats focused on deciding what to believe or do ”. kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan bagi problem solver. Berpikir kritis merupakan kekuatan untuk melakukan pelacakan terhadap segala problem yang dihadapi dengan pertimbangan-pertimbangan yang logis (Arifin, 2008).
Di era globalisasi, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres (Rahardjo, 2010).
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu,  berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat  imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. (Rahardjo, 2010).
Sebagai mahasiswa, kesempatan kita untuk melatih bersikap kritis adalah menanyakan segala sesuatu bagaimana dan mengapa hal itu terjadi dengan diikuti suatu tindakan yang kreatif.Membiasakan diri selalu memperbaiki diri  karena merasa masih memiliki banyak kekurangan, disiplin, dan konsentrasi ketika mengerjakan sesuatu pekerjaan merupakan tanda seseorang memiliki pikiran kritis. Dan, inilah pintu menuju kesuksesan.
3.      Kreatif
Menurut pengertian dalam Wikipedia, Kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada.Dari sudut pandang keilmuan, hasil dari pemikiran kreatif (kadang disebut pemikiran divergen) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari kreativitas adalah tindakan membuat sesuatu yang baru.
Berpikir kreatif atau divergent sebenarnya dimiliki oleh semua orang, namun mempunyai derajat yang berbeda, ada yang pada tataran tinggi dan yang lain pada tataran rendah (Arifin, 2008). Menurut Mac Kuinon (Jalaludin Rakhmat, 1988), berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat yaitu : kreatif dalam memberikan tanggapandan gagasan baru, kreativitas dalam memecahkan masalah secara realitas, dan kreativitas dalam usaha melakukan pengamanan yang orisinil, menilai dan mengembangkan sebaik mungkin.
Dalam kaitannya dengan kecakapan problem solving, menjadi kreatif berarti mampu berpikir secara kreatif, dan itu berarti mempunyai kemampuan menghasilkan gagasan-gagasan segar, memberi pemecahan dan strategi untuk menghadapi masalah serta tantangan yang timbul (Helmi, 2008).
Mempunyai ide baru, berani keluar dari kebiasaan dan melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang merupakan pola pikir yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebagai problem solver. Dalam memecahkan masalah, seharusnya kita juga tidak terpaku dengan jalan keluar maupun ide-ide lama. Karena Bagaimanapun suksesnya ide tersebut pada waktu yang lalu, belum tentu akan berhasil lagi pada saat ini.
4.      Inovatif
Menurut Terry (1993), Innovating mencakup pengembangan gagasan baru, mengkombinasikan gagasan baru dengan yang lama, mencari gagasan dari kegiatan lain dan melaksanakannya, atau memberi stimuli kepada rekan-rekan untuk mengembangkan dan mengetrapkan gagasan baru dalam kegiatannya. Kemampuan ini sangat penting untuk menjelajahi IPTEK yang ada dan memperkaya alternatif cara-cara pemecahan masalah.
Dalam artikel Avin Fadilla Helmi yang berjudul Inovasi dan Perilakku Inovatif, pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai shop-floor innovation (e.g.,Axtell et al., 2000 dalam De Jong & Den Hartog, 2003). Pendapat senada dikemukakan oleh Stein & Woodman (Brazeal & Herbert,1997) mengatakan bahwa inovasi adalah implementasi yang berhasil dari ide-ide kreatif.
Dengan demikian perilaku inovatif mahasiswa dicerminkan pada semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan dan mengimplementasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level kehidupan khususnya dalam hal penyelesaian masalah di era globalisasi.
5.      Tegas dalam membuat keputusan
Griffin (1990) menjelaskan tentang decision making yaitu sebagai berikut : “Decision making is the act of choosing one alternative from among a set of alternatives”. Selanjutya dikatakan bahwa “Thedecision making process include recognizing and the defining the nature of a decision situation, identifying alternative,choosing the best alternative and putting it into practice ”.
Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat sangat diperlukan untuk problem solving, karena akan menghadapi berbagai alternatif, baik yang menyangkut problem maupun cara pemecahannya. Keputusan adalah pemilihan suatu strategi atau tindakan, sedangkan pengambilan keputusan merupakan tindakan memilih strategi atau aksi yang diyakini akan memberikan solusi terbaik atas masalah tersebut.
Kunci dari problem solving adalah membuat keputusan. Setelah masalah tersebut dianalisa dengan melihat dari berbagai sudut pandang serta mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi maka langkah terakhir yaitu membuat keputusan yang sesuai dengan rencana maupun strategi alternatif yang telah dipilih. Dalam mengambil keputusan, sikap tegas dan tidak plin-plan sangat dibutuhkan karena hal tersebut berpengaruh pada hasil dan parameter kesuksesan yang akan dicapai dalam penyelesaian masalah tersebut.
Maka di era globalisasi sekarang ini, selain memiliki sikap positif, kritis, kreatif dan inovatif, kemampuan untuk membuat keputusan yaitu bersikap tegas menjadi suatu keharusan dan menjadi modal dasar dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada.

Daftar pustaka
Griffin, R. W. (1990).management (3rd ed.). Boston : Houghton Mifftlin Company.
Harris, R. et al (1997). Competencies based education nad training : Between a rock and a whirpool. Australia : Mac Millan Education Australia PTY, Ltd.
Jalaludin Rakhmat (1988). Psikologi Komunikasi. Bandung : Penerbit Remaja Karya CV Bandung.
Tassel-Baska, J. Van (Ed.) (1994). Conprehensive Curriculum For Gifted Learners (Second ed.). Massachusetts: Allyn andBacon A. Devision of Simon & Schuster Inc.
Terry, G. R (1993). Prinsip-prinsip Manajemen (Terjemahan dari J.Smith D. F. M.). Jakarta :Bumi Aksara.
Arifin, Miftakhul. 2008. Model Problem Solving dan Kemampuan Problem Solver (s). Majalah Cultivar. Edisi Februari. 48. (diakses pada 28 Juni 2010) http://kultivar.blogspot.com/2008/02/model-problem-solving-dan-kemampuan.html
Musanif, Musriadi. 2008. Problem Solving. (diakses pada 28 Juni 2010) http://musriadi.ohlog.com/makalah-problem-solving.oh38521.html
Helmi, Syafrizal. 2010. Sikap Positif: Bawaan Lahir atau Bisa dipelajari. (diakses pada 28 Juni 2010) http://shelmi.wordpress.com/
Rahardjo, Mudjia. 2010. Melatih Berpikir Kritis. (diakses pada 29 Juni 2010) http://mudjiarahardjo.com/component/content/169.html?task=view
Hasna, abi. 2010. Cara Berpikir  Kreatif. (diakses pada 29 Juni 2010) http://www.squidoo.com/cara-berpikir-kreatif
Byrd, J & Brown, P.L. 2003. The Innovation Equation. Building Creativity and Risk
Taking in Your Organization. San Fransisco: Jossey-Bass/Pfeiffer. A Wiley Imprint.

De Jong, J & Hartog, D D. 2003. Leadership as a determinant of innovative behaviour. A

De Jong, JPJ & Kemp, R. 2003. Determinants of Co-workers’s Innovative Behaviour: An
Investigation into Knowledge Intensive Service. International Journal of InnovationManagement. 7 (2) (Juni 2003) 189 - 212. Diakses melalui EBSCO Publisher 22 Maret 2005.

Helmi, avin Fadilla. 2008. Inovasi dan Perilaku Inovatif.( di akses pada 29 Juni 2010)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kreatif (diakses pada 29 Juni 2010)
http://id.wikipedia.org/wiki/Inovasi (diakses pada 29 Juni 2010)






 Fitrotun Aliyah
Fast track scholarship 2011
Universitas Gadjah Mada













Kamis, 19 Juli 2012

Bacaan Doa Shalat Dhuha



اَللّهُمَّ اِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَائُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ اَللّهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَاءِ فَاَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَاَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسِّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِى مَااَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Allaahumma innadh dhuhaa’a dhuhaa’uka, wal bahaa’a bahaa’uka wal-jamaala jamaaluka wal quwwata quwwatuka wal qudrata qudratuka wal-’ishmata ishmatuk. Allaahumma in kaana rizqii fis-samaa’i fa anzilhu, wa in kaana fil ardhi fa akhrijhu, wa in kaana mu’assaran fayassirhu, wa in kaana haraaman fathahhirhu, wa in kaana ba’iidan faqarribu, bi haqqi dhuhaa’ika wa bahaa’ika wa jamaalika wa quwwatuka wa qudratika, wa aatinii maa aataita ‘ibadakash-shaalihiin
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dluhaa adalah waktu dluhaa-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, kebagusan adalah kebagusan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, kekuasaan adalah kekuasaan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, apabila rizqikami di atas langit, turunkanlah, bila dalam bumi, keluarkanlah, bila sukar, mudahkanlah,bila haram, sucikanlah, bila jauh, dekatkanlah, dengan hak waktu dluhaa, keagungan, kebagusan, kekuatan dan kekuasaan-Mu. Berilah kepada kami apa-apa yang telah Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih-shalih.”

Beasiswa Unggulan


Beasiswa Double Degree / Joint Degree S2 / S3 Beasiswa Unggulan Luar Negeri Ditjen Dikti





Sebagai upaya meningkatkan kualifikasi calon dosen dan tenaga kependidikan,Direktorat Jendral Pendidikan Tinggimelalui Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan membuka pendaftaran beasiswa Double Degree / Joint Degree S2 / S3 Beasiswa Unggulan Luar Negeri untuk alokasi tahun 2012.

Program beasiswa ini diperuntukan bagi calon dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sedang studi Pascasarjana Penyelenggara Double Degree / Joint Degree.
Bagi yang berminat melamar beasiswa tersebut, silakan mendaftar secara online melalui websitehttp://beasiswa.dikti.go.id/bu  paling lambat20 Juli 2012. Melalui pendaftaran secara online ini, setiap pendaftar akan memperoleh nomor registrasi online.

Selanjutnya, untuk mengklarifikasi informasi yang telah disampaikan secara online, kami mohon pelamar mengirimkan berkas-berkas lamaran berupa:
  • Nomor registrasi online
  • Copy U to U yang sudah disahkan oleh Direktorat Lemkerma Ditjen Dikti
  • Surat izin rektor / pimpinan perguruan tinggi untuk yang sudah memiliki homebase
  • Form A Dikti
  • Letter of Acceptance (LoA) dari perguruan tinggi luar negeri ketika memasuki perguruan tinggi luar negeri
  • Progress Report / Academic Transcript Study yang diketahui dosen pembimbing
  • Salinan ijazah S1 bagi pelamar jenjang S2 dan ijazah S2 bagi pelamar jenjang S3
  • Surat rekomendasi dari dosen pembimbing luar negeri khusus untuk S3
  • Publikasi ilmiah di luar negeri khusus untuk S3 (jika ada)
Seluruh berkas tersebut diatas dimasukkan dalam MAP KUNING dengan menuliskan nama, alamat, serta nomor registrasi online pengirim, dan paling lambat kami terima tanggal 31 Juli 2012 pukul 15:00 WIB.
Berkas lamaran dikirimkan ke:

Kasubdit Kualifikasi
Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Ditjen Pendidikan Tinggi
Kompleks Kemdiknas Gedung D Lantai 5
Jln Jendral Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta 10270

Apabila terdapat pertanyaan ataupun permasalahan berkaitan dengan pendaftaran secara online, mohon disampaikan melalui email: beasiswaunggulan@dikti.go.id

For more information, please visit official website: www.dikti.go.id

Jumat, 13 Juli 2012

Jouney to Gorontalo for Biogas

In House Training penyuluh Biogas
Capacity Building Pemberdayaan Desa Mandiri Energi
Implementasi Nota Peejanjian Kerjasama Antara Pusdiklat Ketenagalistrrikan, Energi Baru dan Terbarukan, dan Konservasi Energi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepad Masyarakat Universitas Gadjah Mada (LPPM-UGM), dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
Gorontalo11-13 Juli 2012


Selasa, 10 Juli 2012 jam 10.10 Fitrotun Aliyah (Mahasiswa Pascasarjana Teknik Kimia UGM) dan Muslikhin Hidayat (Dosen Teknik Kimia UGM) berangkat ke Gorontalo untuk menjalankan amanah sebagai narasumber pada acara penyuluhan biogas di Gorontalo. Acara tersebut merupakan kerjasama antara LPPM UGM dengan Pusdiklat ESDM, dan KPDT. Awalnya, Pak Sarto (dosen Teknik Kimia UGM) yang seharusnya menjadi narasumber instalasi biogas. Namun karena beliau berhalangan hadir, akhirnya koleganya yaitu pak Muslihin yang menggantikan tugas beliau.

Tujuan dari acara penyuluhan biogas tersebut adalah membantu daerah yang masih dalam kategori Desa tertinggal agar dapat memanfaatakn potensi lokal (dalam hal ini adalah peternakan) untuk dimanfaatakn sebagai sumber energi alternatif dalam mencukupi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, peserta yang diundang oleh Pusdiklat ESDM tidak hanya perwakilan dari Bapeda ataupun dinas-dinas terkai, tetapi para kelompok ternak dan tokoh masyarakat. Jumlah total peserta adalah 15 orang.

Acara dilakukan selama 3 hari.
Hari pertama  : pembukaan dan kunjungan lapangan, yaitu ke plant biogas Laboratorium Desa Mandiri Energi di Kabupaten Boalemo, kecamatan Wonosari, Desa tanjung Harapan
hari kedua     : materi yang terdiri dari
                      - materi Kebijakan (Ibu Fitria dari ESDM)
                      - materi pengenalan Biogas (Fitrotun Aliyah, UGM)
                      - materi Instalasi Biogas (Muslihin Hidayat, UGM)
                      - materi Kelembagaan (rachmawan Budiarto, UGM)
hari ketiga   : post test dan penutupan

Hari Pertama, Kunjungan Lapangan.
Desa tanjung Harapan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo merupakan lokasi terpencil di kabupaten Boalemo yang masih belum mendapatkan jaringan listrik dari PLN. Jarak lokasi ini cukup jauh dari pusat kecamatan maupun kota. Masyarakat setempat hidup secara sederhana dan ala kadarnya. Rumah-rumah mereka pun kecil dan sempit, mungkin hanya berkisar anatar 3-4 meter persegi. Di sekeliling hanya ada perbukitan dan sungai yang airnya selalu mengalir dengan deras. Namun, daerah ini mempunyai potensi energi yaitu kotoran ternak yang dapat dimanfaatakan sebagai sumber biogas. Berawal dari program kerjasama LPMM dan PDT pada tahun 2008 yang lalu, tempat ini menjadi salah satu lokasi yang terpilih untuk dijadikan sebagai laboratorium Desa mandiri Energi. Masyarakat setempat diajari bagaiamana mebangun biogas, bagaiaman mengoperasikan, dan bagaimana merawat biogas. Saat ini, gas yang dihasilkan digunakan untuk menghidupkan lampu yang dapat menerangi sekitar 3 rumah. Cukup menyenangkan, karena paling tidak, masih ada lampu yang dapat hidup di daerah ujung Boalemo ini.

Jumlah sapi yang ada di tanjung harapan berkisar antara 7-10 sapi. Saat siang hari, sapi-sapi tersebut dibiarkan di gunung dan memakan rumput bebas. Sedangkan malam hari, sapi-sapi tersebut dikandangkan dan kotorannya dimanfaatakn untuk biogas. Karena kebiasaan tersebut, jumlah kotoran yang dimasukkan ke digester menjadi kurang banyak. Hal tersebut masih menjadi kendala di pengelolaan Biogas tanjung harapan. gas yang dihasilkan relatif sedikit karena terbatas pada jumlah kotoran yang ada sehingga untuk mengalirkan gas yang ada di dalam digester, warga harus mengalirkan air hingga penuh ke dalam digester. Dengan adanya air, ruang digester untuk gas menjadi berkurang dan tekanannya menjadi naik sehingga gas di digester mengalir melalui outlet menuju ke panmpungan gas. 

Jenis digester yang digunakan adalah tipe fixed dome yang dibuat dengan bahan batu bata dan semen. pipa outlet menggunakan pipa pvc. sedangkan tempat penampungan gas menggunakan polietilen atau plastik. Gas yang dihasilkan langsung di alirkan ke generator atau genset untuk menghidupkan listrik.

Biogas Tanjung Harapan sudah berjalan sekitar 2 tahun. Biogas ini menjadi salah satu plant biogas yang berhasil sehingga menjadi salah satu contoh pengembangan di daerah Gorontalo.

Peserta berangkat dari hotel menggunakan bus. Perjalanan dari hotel ke lokasi ditempuh dengan waktu sekitar 3 jam.

Hari Kedua, Materi Biogas
Materi Kebijakan Biogas di ESDM
Materi mengenai Kebijakan disampaikan Oleh Ibu Fitri, dari ESDM. Materi berkaitan dengan peraturan pembangunan biogas, latar belakang, alokasi dana, dan prosedur pengajuan proposal pembangunan biogas ke pihak pemerintah dan dinas terkait. Proses penyampaian materi berlangsung cukup ramai. Banyak peserta yang bertanya masalah pendanaan dan bantuan biogas. Wajar karena urusan dana memang menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Singkat cerita, peserta memperoleh pengetahuan mengenai kebijakan biogas di mata Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Republik Indonesia.

Materi Pengenalan Biogas
Materi Pengenalan Biogas disampaiakn oleh Fitrotun Aliyah. Mahasiswa Pasca sarjana Teknik Kimia UGM ini biasa dipanggil dengan Liya atau dipanggil Rotun kalau kondisi badannya sedang tidak fit, jadi fit nya hilang tinggal rotun (just kidding).
Materi yang disampaikan secara garis besar mengenai apa itu biogas, apa komponen utama dari biogas, apa saja bahan baku biogas, terus untuk apa saja biogas dimanfaatakan. dari hasil pretest, sekitar 80% peserta sudah mengetahui apa itu biogas, meskipun definisi yang mereka tuliskan banyak yang beum tepat sesuai dengan definisi atau arti dari biogas. Tetapi, paling tidak mereka tahu bahwa biogas merupakan sumber energi alternatif yaitu gas yang mudah terbakar yang berasal dari hasil fermentasi (pembusukan) bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup tanpa adanya oksigen). Bahan-bahan biogas adalah bahan organik yaitu bahan yang mudah membusuk, yang dapat diuraiakan kembali oleh bakteri menjadi tanah. Ada salah satu peserta yang bertanya, kalau plastik bagaimana bu, kan mudah terbakar juga, apakah termasuk bahan baku biogas? Liya tersenyum dan menjawab dengan santai, plastik memang mudah terbakar pak, tetapi plastik memiiki difat yang tidak mudah diuraikan menjadi tanah. Jadi plastik bukan merupakan bahan baku biogas.

Manfaata biogas berbagai macam yaitu untuk memasak, penerangan, pembangkit listrik, bahan bakar kendaraan, dan pupuk. Pupuk ini berasal dari sludge atau sisa kotoran yang sudah keluar dari digester.

Materi Instalasi Biogas
Materi instalasi disampaikan oleh Bapak Muslihin hidayat. Materi yang disampaiakn cukup banyak karena menyangkut hal-hal teknis dan detail tentang bagaimana membangun biogas secara baik dan benar. Pak Muslihin juga menjelaskan mengapa Biogas di tanjung Harapan harus diisi air terlebih dahulu agar gas yang ada di digester dapat mengalit ke panampungan biogas. Banyak peserta yang bertanya tentang materi ini. Karena masalah yang ada di gorontalo adalah kurangnya tenag ahli atau tukang dalam pembangunan digester. Untuk membangun biogas, mereka harus mendatangkan tukang dari jawa, sehingga banyak dana yang habis hanya untuk biaya transportasi tukang dari Jawa-gorontalo. 

Materi Kelembagaan Biogas
Materi ini adalah materi terakhir pada acara penyuluhan Biogas di gorontalo ini. Materi ini disampaikan oleh Bapak rachmawan Budiarto yang merupakan dosen Jurusan Teknik fisika UGM yang juga menjabat sebagai kepala Bidang Pengembangan UMKM UGM. Kelembagaan dalam pengembangan sangat penting. Banyak biogas yang sudah dibangun akhirnya berhenti beroperasi hanya gara-gara tidak ada tim pengelola. Masalah-maslaah yang biasanya muncul dalam kelembagaan biogas yaitu siapa yang memasukkan kotoran rutin setiap hari ke inlet, siapa yang akan menikmati energi dari biogas, dan siapa yang akan memanfaatakn pupuk dari hasil sisa kotoran biogas. Perlu adanya kerjasama antar warga dalam pengembangan biogas. kelembagaan ini juga berkaitan dengan jumlah bahan baku kotoran untuk biogas. Jika warga secara individu mengembangkan biogas, jumlah kotoran hanyalah berasal dari ternak mereka sendiri. Namun, berbeda hal nya jika mereka membuta kandang ternak massal. Kotoran yang terkumpul akan lebih banyak, gas yang dihasilkan pun akan lebih banyak sehigga energi yang dihasilkan dari biogas akan lebih besar dan skala pemanfaatan enegi biogas juga menjadi lebih besar pula.

setelah Provinsi Gorontalo, Tim LPPM UGM, Pusdiklat ESDM, dan PDT akan melakukan penyuluhan biogas di daerah lain yaitu di Bima (Nusa Tenggara barat) dan Pariaman (Sumatra barat). 



Fitrotun Aliyah,ST
at Bandara Soekarno-Hatta
13-7-2012
16.50 WIB  



Sabtu, 12 Mei 2012

Tema Essay: Pendidikan Mahal, Haruskah?


“3 PILAR 1 SOLUSI”,
STOP MAHALNYA PENDIDIKAN DI INDONESIA

Hakikat dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan pada intinya merupakan proses penyiapan subjek didik menuju manusia masa depan yang bertanggung jawab. Kata bertanggung jawab mengandung makna bahwa subjek didik dipersiapkan untuk menjadi manusia yang berani berbuat dan berani pula bertanggung jawab atas perbuatannya.
Di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa datang (Pramitha, 2010). Merujuk dari definisi pendidikan menurut UU RI No.2 Tahun 1989 tersebut, pendidikan dengan sengaja dipersiapkan dan dilakukan untuk membekali generasi mendatang menghadapi era globalisasi dimana pada era tersebut segala macam kompetisi menjadi suatu hal yang wajar.
Menurut Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan pilihan strategis untuk melakukan proses perubahan sosial menuju masyarakat yang cerdas, beradab, adil, makmur dan sejahtera (Khotimah, 2011).
Definisi-definisi mengenai pendidikan di atas pada dasarnya adalah sama yaitu pendidikan merupakan proses yang dilakukan dengan berbagai cara agar peserta didik dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya untuk dapat menghadapi tantangan-tantangan hidup di waktu mendatang. Tujuan pendidikan ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional bangsa Indonesia.
Tujuan Pendidikan Nasional dijabarkan dalam UUD 1945 yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 yaitu, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" (UUD 1945, 2003).
Bila dibandingkan dengan undang-undang pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2/1989, ada kemiripan kecuali berbeda dalam pengungkapan. Pada pasal 4 ditulis, "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Pada Pasal 15, Undang-undang yang sama, tertulis, "Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi” (Anonim, 2010).
Berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-Undang, tujuan pendidikan nasional masih sesuai dengan substansi Pancasila, yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Namun, pelaksanaan tujuan pendidikan nasional secara ideal masih menjadi PR yang harus segera direalisasikan demi terwujudnya bangsa yang maju dan beradab.

Tiga Pilar Alasan Pendidikan tidak Boleh Mahal
Pendidikan merupakan aset dan investasi. Dikatakan aset karena pendidikan merupakan salah satu barang yang sangat berharga, bahkan lebih berharga daripada emas sekalipun. Seseorang rela membayar atau mengeluarkan uang berapapun demi membiayai pendidikan. Sedangkan dikatakan investasi karena hasil dari pendidikan akan kita rasakan kelak ketika kita sudah memperoleh apa yang telah kita pelajari selama menjalani proses pendidikan tersebut.
Begitu pentingnya pendidikan bagi manusia, ditunjukkan dalam suatu hadis Nabi yaitu yang intinya “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, dan menuntut ilmu dimulai dari lahir hingga ke liang lahat”. Setiap orang berhak mengenyam pendidikan. Namun, hal tersebut sangat ironi dengan kondisi saat ini. Banyak anak usia sekolah justru berada di tengah jalan dan kota untuk mencari uang demi membiayai kehidupannya sehari-hari. Seragam dan buku sekolah menjadi sesuatu yang hanya akan selalu berada di angan-angan mereka. Berikut ini dijabarkan tiga alasan yang menjadi pilar mengapa pendidikan tidak boleh mahal.


1.        Tersurat dalam Batang Tubuh Undang-Undang dasar 1945, bahwa Pendidikan adalah Hak Tiap Warga
Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 amandemen ke-4 menyebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” (UUD 1945, 2002). Pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan yang layak dan memadai. UUD 1945 merupakan dasar kebijakan maupun filosofi dari segala kebijakan dan peraturan di Indonesia. Bunyi ayat pada pasal 31 tersebut nampaknya belum terlaksana secara keseluruhan. Pasalnya, masih banyak anak usia dini yang tidak sekolah.
Data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Jumlah itu pasti sudah bertambah lagi tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang kian memburuk. Jumlah tersebut naik begitu drastis ketika ditinjau data anak putus sekolah pada tahun 2006 yaitu masih berkisar 9,7 juta (Manurung, 2008). Angka putus sekolah di Indonesia mulai dari jenjang sekolah dasar. Sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,05 juta anak SD putus sekolah setiap tahunnya. Anak-anak putus sekolah usia SD dan yang tak dapat ke SMP tercatat 720.000 Siswa (18,4 persen) dari lulusan SD tiap tahunnya (kusumaningrum, 2012).
Peringkat Indonesia dalam rilis yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNESCO), mengalami penurunan. Indeks pembangunan pendidikan Indonesia dalam EFA Global Monitoring Report 2011,  peringkat Indonesia turun pada posisi ke-69 dari 127 negara (Kusumaningrum, 2012).
Data jumlah anak putus sekolah menunjukkan bahwa pendidikan masih belum menjadi hak setiap warga. Faktor terbesar tingginya angka anak putus sekolah adalah biaya dan kemiskinan. Semakin tinggi biaya pendidikan, semakin banyak anak yang harus rela menguburkan semangat dan cita-citanya. Mereka tidak bersekolah karena miskin sehingga tidak kuat membayar biaya sekolah. Padahal, kemiskinan tidak dapat dihilangkan tanpa adanya pendidikan.
.
2.        Pendidikan sebagai Ujung Tombak Kemajuan dan Peradaban Bangsa
Pendidikan merupakan parameter mutlak untuk melihat kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Suatu negara dikatakan maju dan memiliki peradaban yang tinggi apabila pendidikan di negara tersebut berkembang pesat sehingga melahirkan Sumber Daya manusia (SDM) hebat yang mampu melahirkan karya-karya luar biasa yang berguna bagi manusia. Sebaliknya, suatu negara dikatakan masih terbelakang apabila rakyatnya belum mengenyam pendidikan atau masih dalam taraf rendah.
Peradaban-peradaban yang telah kita ketahui pada masa lampau sangat dipengaruhi dari tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan oleh manusia pada saat itu. Mulai dari zaman purba, zaman batu, hingga zaman peradaba-peradaban di beberapa negara kuno menunjukkan tingkat kemajuan yang berbeda. Oleh karena itu, kemajuan dan peradaban di Indonesia juga tidak akan terlepas dari sistem pendidikan di negeri ini.
Permasalah yang paling meradang dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah kesenjangan pendidikan di berbagai daerah, sistem pendidikan Nasional, dan standarisasi pendidikan. Kesenjangan pendidikan daerah terkait dengan fasilitas dan media yang pada akhirnya berujung dengan biaya, sistem Pendidikan nasional berkaitan dengan metode Pemerintah dalam mengatur kebijakan pendidikan di Indonesia dan standarisasi pendidikan berkaitan dengan patokan standar mutu pendidikan yang belum jelas digunakan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Mahalnya biaya pendidikan akan berdampak pada ketiga hal diatas.

3.        Pendidikan sebagai Media Pencetak para Pemimpin Masa Depan
Pemimpin adalah penguasa dan pengatur dunia. Tidak ada manusia yang terlahir secara langsung untuk menjadi seorang pemimpin. Butuh proses pembekalan dan pematangan diri agar dia dapat berdiri sebagai sosok pemimpin yang bijaksana dan mampu menjadi contoh para pengikutnya. Proses tersebut diperolehnya melalui proses yang namanya pendidikan.
Dalam pidato yang disampaikan oleh Megawati Soekarno Putri, bahwa kriteria pemimpin ideal sangat sulit dijawab karena harus terukur secara akurat dari berbagai segi. Namun, ia berpendapat seseorang bisa menjadi pemimpin melalui dua jalur, yakni faktor keturunan dan pendidikan. Faktor akibat keturunan seperti di negara monarki, sedangkan dari jalur pendidikan adalah seperti yang Anda sekalian alami saat ini. Calon-calon pemimpin masa depan harus dididik dengan menanamkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki (Metrotvnews, 2012).
Melalui pendidikan, seseorang dapat mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan apa yang seharusnya tidak ia lakukan. Meskipun tidak menjadi pemimpin negara, dia tetap akan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri yang harus mempu mengatur langkah hidupnya menuju kehidupan yang baik dan bermartabat.


Solusi Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional:
“Stop Pendidikan Mahal, Hapus Pendidikan Gratis”
Pendidikan masih menjadi momok bagi sebagian kalangan masyarakat. Munculnya komersialisasi pendidikan berdampak pada mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh para siswa. Tidak melihat bagaimana kondisi ekonomi dari orang tua siswa, penetapan besarnya biaya dari pihak sekolah seakan-akan menjadi suatu hal yang wajar. Data angka kemiskinan yang tidak kunjung turun dan data jumlah anak putus sekolah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang salah pada sistem yang ada di negeri ini. Akar dari permasalah tersebut adalah pendidikan. Para pejabat pemegang dan pembuat kebijakan menjadikan pendidikan hanya sebagai proyek yang setiap tahun harus berganti. Lalu, bagaimana nasib generasi penerus yang harus siap menghadapi era globalisasi yang notabene penuh dengan kompetisi dalam segala bidang?
            Harus ada tindakan yang segera diambil agar cita-cita mewujudkan Pendidikan nasional segera tercapai. Tujuan Pendidikan Nasional sangat mulia demi mewujudkan kemajuan bangsa yang semakin beradab. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah Stop Pendidikan mahal, dan Hapus Pendidikan Gratis.
            Biaya pendidikan akan mempengaruhi fasilitas dan metode yang digunakan dalam suatu sistem pendidikan. Dewasa ini, banyak orang tua yang rela mengeluarkan biaya yang sangat tinggi demi menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan. Mereka percaya bahwa semakin mahal suatu sekolah, maka hasilnya pun semakin bagus. Hal ini berdampak pada kesenjangan sistem pendidikan.
            Paradigma mahalnya biaya pendidikan akan menghasilkan kualitas yang bagus bermula ketika sekolah swasta mulai terang-terangan meminta biaya yang tinggi kepada para siswanya untuk meningkatkan media fasilitas di lingkup sekolah. Dengan pengelolaan sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah, pihak sekolah akan lebih leluasa dalam meningkatkan aset, fasilitas, dan juga mutu dari sekolah tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang tidak berani memungut biaya tinggi kepada siswanya karena konon mendapatkan biaya bantuan pemerintah berupa bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Bantuan BOS tersebut hanya menutupi sebagian kecil dari pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh sekolah. Disisi lain, masyarakat menganggap bahwa mereka tidak harus membayar biaya pendidikan lagi karena sudah ada bantuan BOS. Oleh karena itu, sekolah negeri harus mempu mengoperasionalkan bantuan tersebut meskipun hanya terbatas. Alhasil, fasilitas sekolah dan metode pendidikan pun pas-pasan dan kurang layak. Inilah yang menjadi dinamika dan kesenjangan akhir-akhir ini.
            Untuk mengatasi hal tersebut, seharusnya pemerintah memberikan dana bantuan pendidikan baik kepada sekolah negeri maupun swasta. Besarnya bantuan pun tidak hanya sekedar menutup keperluan buku mata pelajaran. Biaya pendidikan yang dialokasikan oleh pemerintah sebesar 20% dari APBN nampaknya perlu dievaluasi. Anggaran pemerintah Indonesia yang dialokasikan untuk pendidikan merupakan terendah di Asia Tenggara. Dari APBN anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20%, namun dalam pelaksanaannya anggaran pendidikan yang disediakan tidak mencapai 20%. Dana APBN untuk tahun 2006 sebesar Rp 420 triliun yang dialokasikan untuk pendidikan baru 9% atau sekitar 85 triliun secara keseluruahn seperti gaji guru dan dosen sampai pendidikan kedinasan. Sebenarnya, yang dimaksud 20% untuk anggara pendidikan adalah diluar gaji guru dan dosen serta pendidikan kedinasan. Sehingga anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan umum dan dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional belum memenuhi amanat UUD dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yaitu sebesar 20% dari APBN (Nugroho dkk, 2006). Palaksanaan anggaran pendidikan yang sesuai dengan undang-undang serta pemerataan bantuan kepada sekolah-sekolah di seluruh wilayah Indonesia akan mengurangi besarnya biaya yang harus ditanggung oleh orang tua murid. Dengan demikian, pendidikan mahal pun dapat dihilangkan. Pengalokasian biaya anggara pendidikan juga seharusnya memberikan perhatian yang lebih kepada anak kurang mampu agar hak mendapatkan pendidikan menjadi terpenuhi.
            Solusi berikutnya yaitu penghapusan iklan pendidikan gratis. Tidak ada pendidikan yang gratis. Pepatah jawa mengatakan “Jer basuki mowo bea” yang atinya pendidikan itu membutuhkan biaya. Jadi, sangat tidak mungkin jika dikatakan bahwa pendidikan itu gratis. Pendidikan gratis hanya akan menimbulkan asumsi kebohongan dari masyarakat kepada pemerintah mengenai program tersebut. orang tua murid enggan mengeluarkan biaya karena mereka beranggapan bahwa biaya sekolah anaknya sudah ditanggung oleh pemerintah. Hal ini akan berdampak buruk karena biaya dari pemerintah pun terbatas sehingga masih tetap membutuhkan dukungan biaya dari orang tua murid. Akan lebih bijaksana jika bantuan biaya pendidikan itu tanpa diembel-embeli dengan iklan pendidikan gratis.
            Pendidikan adalah modal fundamental bagi kemajuan bangsa. Jayalah Pendidikanku, Jayalah Negeriku!!!
                       


Referensi

Pramitha, Wirdah. 2010. Pendidikan dan Peradaban bangsa. Jurusan Pendidikan MIPA, Universitas Jember.

Khotimah, Luluk. 2011. Pendidikan sebagai Pilar Dasar Peradaban Bangsa.
diakses pada tanggal 1 Mei 2012

UUD 1945, Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3

Anonim. 2010. Tujuan Pendidikan Nasional.
diakses pada tanggal 1 Mei 2012

UUD 1945 amandemen keempat. 2002

Kusumaningrum, Dina. 2012. Sekolah Rakyat Cermin Buruk Pendidikan Indonesia.
diakses pada tanggal 1 Mei 2012

metrotvnews.com, Rabu 9 Mei 2012

Nugroho, dkk. 2006. Keterpurukan Dunia Pendidikan Berdampak pada Penurunan Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia. Bogor: Institute Pertanian Bogor



Fitrotun Aliyah
Universitas Gadjah Mada